We Home

Thank for visit. leave your coment, please :)

Waiting Outside the Line (Chapter 3)

52 Komentar

Title : Waiting Outside the Line
Author : Cahya Khosyiah
Main Cast : Kim Myungsoo | Bae Sooji
Other Cast : Kim Moonsoo | Choi Minho | Jung Soojung | Lee Sungyeol |
Original Cast : Yuna | Kim Sangbum |
Special Cast : Kim Saeron
Pairing : Myungzy JJANG!
Genre : Romance, Married Life.
Rate : 18+
Disclaimer : Bae Suzy masih pacar Lee Min Ho, Myungzy hanya sebuah fiction (yang mungkin pernah jadi nyata Cuma ga go publik aja). Cerita ini merupakan karangan fikti belaka, hasil imajinasi liar author. Bila ada kesamaan karakter adalah sebuah ketidak sengajaan. Cast dalam cerita milik agensi, keluarga, dan pacar masing-masing. But this story is my mine.
Huruf tebal untuk flashback
R&R
/////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
WOTL

Musim gugur dibulan September. Acara yang diselenggaran di area terbuka membuat kita bisa merasakan hangatnya matahari musim gugur.

Normalnya seorang wanita akan antusias dengan pernikahan mereka sampai merasa gugup, namun itu tak berlaku bagi Bae Sooji. Ditengah acara pernikahan, sang gadis masih sibuk dengan ponsel ditelinga kanan dan tablet ditangan kirinya. Sampai suara MC memanggil pengantin perempuan untuk memasuki ke altar.

“Sooji, kau sudah siap?”

“Nde, appa.”

Wajah sumringah dan dagu terangkat, anggun. Sooji didampingi sang ayah berjalan menuju altar tempat Myungsoo berdiri. Myungsoo menunduk, memberikan hormat pada Ayah Sooji. Lalu diambilnya tangan sang gadis dari lengan ayahnya.

Selesai mengucapkan janji suci, Myungsoo dan Sooji membungkuk dihadapan para tamu. Mereka berdua tlah sah menjadi suami istri mulai hari ini.
~

“Aku lelah sekali.” Sooji masuk lebih dulu ke dalam kamar Myungsoo. Ralat, sekarang ruangan ini menjadi kamar Myungsoo bersama Sooji.

Keduanya sepakat untuk tinggal dirumah Myungsoo setelah mereka menikah. Sooji tak mengerti mengapa ayahnya ngotot menyuruh dia tinggal dirumah Myungsoo padahal itu akan membuat sang ayah tinggal sendiri.

Sejujurnya, Siapa yang perduli mereka tinggal dimana? Toh pada akhir Myungsoo dan Sooji akan sama-sama sibuk, dan pasti lebih banyak menghabiskan waktu dikantor.

“Rungannya cukup luas.” Ucap Sooji.
Myungsoo meletakkan dua koper milik Sooji, menatap sang gadis yang sedang sibuk menjelajahi daerah privasi miliknya.

“Aku akan meminta orang untuk menempatkan ranjang diruang ganti jadi aku bisa memakainya untuk tidur.” Ucap Sooji.

“Terserah kau saja.” Myungsoo melepaskan tuxedonya lalu berganti jas biasa.

“Kau mau kemana?” Tanya Sooji ketika melihat Myungsoo membuka pintu kamar.

“Memang kau saja yang sibuk?” Timpal Myungsoo tak memberi jawaban jelas.
~

Rencana awal Myungsoo bukan kesini, sungguh. Dia juga tidak tau kenapa mobilnya bisa berhenti didepan rumah Soojung. Mungkin karna kebiasaan, Myungsoo pasti kerumah Soojung saat dia merasa penat.
Soojung terlihat sedang menenteng dua plastik besar yang Myungsoo tebak isinya pasti kebutuhan kulkas. “Biar ku bantu.” Soojung tak menolak ketika Myungsoo merebut dua plastik tadi.

“Ini malam pertamamu, kenapa kau kemari?”

“Aku dalam perjalanan menuju kantor.” Jawab Myungsoo.

“Pulanglah. Kau sudah menyakiti hatiku, jangan menyakiti dia juga.”
Myungsoo tak bergeming. Myungsoo tidak yakin apapun yang ia lakukan Sooji akan peduli atau Sooji sedang melakukan hal sama yang seperti ia lakukan, pergi menemui mantan kekasih. “Bolehkah aku memelukmu untuk yang terakhir kalinya? Sekali saja.” Lama Myungsoo menanti jawaban Soojung namun Soojung tak juga bersuara, akhirnya tanpa persetujuan sang gadis Myungsoo menarik tubuh Soojung dalam dekapannya.
~

“Kakak ipar?”
Sooji menoleh kebelakang, meletakkan gelas berisi air yang tinggal setengah. “Kau belum tidur?” Tanyanya pada adik Myungsoo.

“Kakak ipar sendiri?”

“Tunggu,,, aku tidak nyaman dipanggil ‘kakak ipar’, panggil saja dengan namaku kita juga seumuran.”

“Sooji-ssi? Sooji-ya? Atau Sooji-ah?” Moonsoo mengerlingkan mata.

“Yang terakhir terdengar lebih bagus. Sexy.”

“Owwh,,” Keduanya tertawa cekikikan. “Jadi kenapa kau belum tidur, Sooji-ah?”
Tawa Sooji hampir meledak mendengar Moonsoo mengucapkan ‘Sooji-ah’ jika dia tidak ingat ini sudah hampir tengah malam. “Aku merasa tidak nyaman dengan tempat tidur baru.” Jawab Sooji.

“Hyung?”

“Mungkin ke kantor Dia hanya bilang dia sibuk.”
Moonsoo mangut-mangut mengerti, “Aku ingin mengucapkan terimakasih, karnamu aku menjadi percaya diri.” Alis Sooji menaut, apa maksud Moonsoo?

“Sebenarnya saat itu adalah pertama kalinya aku melakukan presentasi.” Oh,, Sooji ingat. Saat pertemuan antara Perusahaan Kosmetik dan C&P. “Aku juga belum ingin tidur, bagaimana jika kita menonton? Biasanya saat aku sulit tidur aku akan memutar film.”

“Boleh juga.” Sooji menujui usul Moonsoo. Daripada dia di kamar sendirian lebih baik ia menghabiskan waktu bersama adik Myungsoo.
‘’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’

Sangbum turun ke bawah karna mendengar suara berisik dari ruang keluarga. “Apa yang kalian lakukan?”
Sooji mendongakkan kepala keatas, “Oh Ahbonim. Kami sedang menonton .” Jawabnya.

“Tidak baik meninggalkan suamimu saat malam pertama.”

“Hyung pergi ke kantor.” Moonsoo ikut membantu Sooji menjawab.

“Lihat dia berubah jadi serigala.” Sooji mengajak Moonsoo kembali fokus pada film yang mereka putar.

“Anak itu! Meninggalkan istrinya saat malam pertama.” Gumam Sangbum meninggalkan ruang keluarga.

“Apa kita akan menyelesaikan semua malam ini?” Moonsoo mengangkat tiga keping VCD film, matanya sudah terasa berat tapi Sooji belum juga ingin berhenti.

“Kalau kau sudah mengantuk tidur saja, aku masih ingin menonton.” Timpal Sooji tetap fokus pada obyek bergerak didepannya, dan akhirnya Moonsoo pun mau tak mau harus menemani Sooji, dia kan yang mngusulkan pada Sooji untuk menonton film?

“Apa yang kalian lakukan di pagi buta begini?”

“Akhirnya kakak pulang.” Moonsoo bernafas lega melihat kakaknya, dia kira dia tidak akan tidur walau hanya semenit. “Aku tinggal.”

Sooji menatap Myungsoo dari ujunng rambut sampai ujung kaki, rambut awut-awutan dan pakaian berantakan. “Kau sendiri? Apa yang kau lakukan sampai pagi buta begini? Dilihat dari penampilanmu, kau seperti habis tidur dengan wanita lain.”

“Jangan katakan hal aneh-aneh pada ayah.” Myungsoo berjalan dibelakang Sooji menuju kamar mereka.

“Walaupun aku tidak mengatakannya, aku tidak yakin ayahmu tidak akan curiga.”

“Cukup diam saat beliau bertanya.”

“Memang kau pikir aku patung.” Sooji membuka almari milik Myungsoo, sang gadis terlihat memilah beberapa kemeja dan jas, lima menit kemudian dia beralih pada loker jam tangan dan sepatu. “Cepat mandi. Kita harus berangkat pagi-pagi, banyak pekerjaan yang sudah menanti.” Sesesai mengucapkan kalimat itu Sooji keluar dari kamar Myungsoo.
~

“Kenapa kau tidak memakai setelan yang aku siapkan?” Sooji berdiri dibawah sambil melipat tangannya.

“Aku akan memakai apa yang ingin aku pakai.” Jawab Myungsoo.

“Sekarang apapun yang kau pakai dan lakukan akan menjadi kritikan bagi istrimu jadi mohon ganti bajumu.” Dengan terpaksa Myungsoo kembali ke atas untuk mengganti bajunya.

“Menu sarapan kita berubah?”
Sooji berjalan menuju meja makan, disambutnya sang ayah mertua dengan senyuman. “Nde. Kita membutuhkan banyak protein dan nutrisi untuk menjalani hari jadi sayur dan susu saja tidak cukup.”

Myungsoo ikut bergabung diruang makan, tentu saja dengan pakaian yang sudah diganti. Meskipun pura-pura tidak perduli namun sebenarnya dia mendengarkan dengan seksama perkataan Sooji.

“Kita semua punya waktu yang singkat untuk sarapan pagi sehingga tidak bisa menghabiskan semangkuk nasi jadi Aku mengganti nasi beras dengan gandum. Gandung mengandum lebih banyak karbohdrat daripada nasi beras.” Terang Sooji.

Myungsoo menyuapkan satu sendok bubur ke dalam mulutnya. Lagi-lagi Myungsoo dibuat takjub dengan kepribadian Sooji. Siapa yang menyangka putri kaya ini bisa memasak? Myungsoo menelan kembali pujiannya. Jika Sooji tau Myungsoo sedang mengaguminya, dia pasti semakin besar kepala.

“Wah,, Apa yang tidak bisa dilakukan kakak ipar?”
Myungsoo menyerit melihat Moonsoo memutari meja makan dan duduk disaming Sooji. Biasanya dia duduk disamping Myungsoo.

“Sebelum melanjutkan studi aku belajar satu tahun di London. Aku belajar menata meja, menjahit, dan menyulam.” Ucap Sooji sambil tersenyum.

“Kakak ipar juga bisa menyulam?”

“Aku sudah bilang jangan panggil aku kakak ipar.”
Satu keheranan belum terjawab, satu lagi hal yang membuat Myungsoo heran. Sooji bicara pada Moonsoo dengan berbisik.

“Ayah akan membunuhku jika dia tau aku memanggilmu ‘Sooji-ah’.” Balas Moonsoo juga berbisik.

“Apa yang kalian biacarakan?” Tanya Sangbum juga menyadari keaneh antara Moonsoo dan Sooji.

“Aku sedang menagih bayaran, bisa dibilang aku adalah penyelamat hidupnya.” Jawab Sooji dengan santai.
~

Myungsoo dan Sooji berangkat bersama. Ini adalah hari pertama mereka berstatus sebagai suami istri, sekaligus hari pertama keduanya bekerja di perusahaan yang sama. Sangbum –ayah Myungsoo- menyuruh Myungsoo mengurus perusahaan kosmetik terlebih dahulu sebelum dia diangkat menjadi prisiden. Sekaligus membuktikan kepada dewan direksi bahwa Myungsoo mampu mengemban tangung jawab atas Kim Kingdom.

“Aku akan mengambil beberapa dokumen, kau pergilah lebih dulu.” Myungsoo berhenti didepan gedung perusahaan utama Kim Kingdom. Setelah Myungsoo keluar, Sooji memutari mobil lalu duduk dibangku kemudi.

“Hai pengantin baru!” Myungsoo memutar kepala kebelakang. Dilihatnya Sungyeol bersama seorang gadis sedang berjalan munuju dirinya.

“Sepertinya istrimu mengurusimu dengan baik, Sanjangnim.” Perkataan Sungyeol sontak mengingatkan Myungsoo pada ucapa Sooji pagi tadi. “Apapun yang kau pakai dan lakukan akan menjadi kritikan bagi istrimu.”

“Apa bedanya dengan hari biasanya?”

“Sebelumnya kami tidak mau mengatakan ini, tapi karna penampilan anda sudah membaik saya akan mengatakannya.” Gadis disamping Sungyeol tadi ikut bicara. “Biasanya anda menabrakkan warna yang tidak sesuai. Sepeti kemeja biru dengan dasi hijau atau kemeja abu-abu dengan dasi hitam volkadot.”

“Memang ada apa dengan dasi volkadot? Aku memakainya karna itu hadiah dari kolega kita.”

“Dasi volkadot tidak cocok digunakan pergi ke kantor sajangnim, anda harus menggunakannya saat berkencan.”
Wajah Myungsoo nampak memerah padam.

“Pergilah sebelum kau dipecat.” Melihat perubahan ekpresi Myungsoo, Sungyeol segera menyuruh gadis disampingnya utuk pergi.

“Bukankah dia Kim Sae Ron? Dia terlalu muda untukmu.” Ucap Myungsoo menatap tajam punggung gadis bernama Kim Saeron tadi.

“Who care? Yang penting kami saling menyukai.” Jawab Sungyeol enteng. “Bukankah seharusnya kau ke pabrik?”
“Aku harus mengambil beberapa dokumen.”
~

“Hyung! Biar ku antar.” Myungsoo mengangkat alisnya heran, sejak kapan adiknya menjadi perhatian begini? “Seperti kata kakak ipar, kalian adalah penyelamat hidupku jadi biarkan aku melayanimu.” Moonsoo menarik lengan Myungsoo lalu mendudukkannya di mobil Moonsoo.

“Kau sangat menyukainya ya?”

“Uri Maebhu?” Alis Moonsoo terangkat, “Sangat. Aku bahkan berharap dia kakakku bukan kau.”

“Kya! Berapa kali kau mengatakan itu? Sampai kapan kau akan memakainya?”
Moonsoo tertawa, “Ya, pokoknya aku menyukai Bae Sooji lah.”

“Di jaman sekarang, sangat jarang ada wantina karir yang peduli dengan urusan dapur tapi kau lihat sendiri tadi pagi, dia bahkan sangat perhatian pada ayah kita.” Ucap Moonsoo. “Jadi tolong jaga kakak iparku, kakak.”
Hanya pertikaian ringan yang biasa terjadi antar saudara.
Myungsoo merasa lega. Meskipun dia tidak menikah dengan wanita yang ia cintai, setidaknya Myungsoo tidak tak salah memilih perempuan untuk dinikahi.
~

Moonsoo memarkirkan mobilnya di area parkir pabrik pembuatan kosmetik. “Kau tidak perlu turun.” Cegah Myungsoo melihat sang adik ingin turun.

“Wae? Ini adalah brand kebanggan ibuku jadi aku harus melihatnya juga kan?”

Myungsoo menggaruk dahinya, “Terserah kau saja lah.”
Myungsoo dan Moonsoo berjalan masuk ke dalam gedung, mereka melihat Sooji sedang sibuk berbiacara dengan karyawan disini, mungkin managernya.

“Sooji-ah!” Sooji reflek menoleh ke samping, dia membalas lambaian tangan Moonsoo.

“Kau tadi memanggilnya apa?” Myungsoo mengkerutkan dahi, dia yakin dia tak salah dengar.

“Kakak ipar.” Jawab Moonsoo tanpa dosa.

“Tidak . Kau baru saja memanggilnya ‘Sooji-ah’.”

“Eui,, mana mungkin aku memanggil istri kakakku seperti itu. Kau pikir aku sudah gila.”

“Ada perlu apa kau kemari?” Sooji menghampiri dua bersaudara tadi.

“Hanya ingin melihatmu bekerja.” Jawab Moonsoo.
Sooji berdesis sambil tersenyum.

“Kalau begitu aku pergi ya, selamat bekerja.” Sebelum pergi Moonsoo memeluk kakak kandungnya dengan akrab lalu pergi meninggalkan pabrik kosmetik.

“Bagaimana pendapatmu tentang keluargaku?” Tanya Myungsoo setelah kepergian Moonsoo.

“Hn?”

“Maksudku,, Moonsoo sangat menykaimu sebagai kakak ipar dan ayahku juga terlihat baghagia saat melihatmu menata meja makan.” Jelas Myungsoo lebih spesifik. “Apa pendapatmu tentang mereka?”

“Aku senang.” Jawab Sooji singkat.

“Hanya itu?”

“Ku pikir aku senang sudah cukup.” Jawab Sooji lagi. “Lalu kau sendiri bagaimana pendapatmu tentang aku?” Kini giliran Sooji yang bertanya.

Tak perlu berfikir panjang untuk menjawab pertanyaan Sooji. “Sombong, sombong, dan sombong.”

“Kau juga, dingin dan menyebalkan.”Sooji.

“Atas dasar apa kau berkata seperti itu?” Myungsoo terdengar tidak terima dengan perkataan Sooji tadi.

“Karna menurutku orang yang dingin itu meneyebalkan.” Dan Sooji berhasil menacing emosi Myungsoo. Wajah sang pria terlihat merah padam karna kalimat Sooji tersebut.

“Siapa yang peduli dengan pendapatmu,,”

“Aku juga tidak peduli pendapatmu.” Sooji langsung pergi meninggalkan Myungsoo.
Tempat sampat disamping Myungsoo menjadi pelampiasan kemarahan sang direktur, “Bagaimana aku bisa hidup dengan wanita seperti itu selama seumur hidupku!” Dumel Myungsoo tak menghiraukan karyawan-karyawan yang saling berbisik memperhatikkannya.
~

“Bagaimana?”

“Dia tidak ada di kampung halamannya.” Suara pria dari sebrang telfon.

“Aku mengerti. Lanjutkan pekerjaanmu.”

Sooji menghela nafas panjang. “Choi Minho,, dimana kau sebernarnya.” Kedua tangan Sooji menarik kuat rambutnya, berusaha mengurangi rasa pening di kepalanya.
~

“Ini strategi pasar kita di dalam negeri. Untuk pemasaran di luar negeri, kita akan mencari distributor yang tepat.” Myungsoo mangut-mangut mengerti. “Adakan pertemua dengan tim pemasaran.”

“Baik.”
Saat Myungsoo sibuk berbicara dengan salah satu karyawan dari tim pemasaran, tak sengaja matanya menangkap sosok Sooji yang masuk ke dalam mobil miliknya, sang gadis terlihat buru-buru. Myungsoo menyerit curiga, jika ada pertemuan di luar Myungsoo pasti tau. Myungsoo melihat jam yang melingkar di tangannya, belum waktunya untuk pulang. Jadi mau kemana istrinya itu pada jam segini?
~

“Mari ikuti saya.” Sooji berjalan menaiki tangga, membimbing para pekerja menuju kamarnya.

“Letakkan disini.” Sooji membuka pintu yang memisahkan ruang ganti dengan kamar utama miliknya. “Disini.” Tunjukknya pada area kosong diruangan tersebut, para pekerja pun meletakkan kasur berukuran kecil sesuai intruksi Sooji.

“Jika ada keluhan segera hubungi kami.” Para pekerja tadi pamit undur diri.

“Anda membeli ranjang baru?” Sooji berbalik ke belakang, dilihatnya seorang wanita paruh baya sedang memperhatikannya. “Bukan ranjang, hanya kasur kecil.” Jawab Sooji dengan senyum.

“Ajuhma,, jangan sampai ayah mertuaku tentang hal ini.” Ucap Sooji pada ajuhma yang tadi pagi membantunya memaasak.

“Tapi itu,,,, Tn. Kim pasti curiga.”

“Cukup jangan katakan apapun.” Ucap Sooji dengan senyum. “Kami menikah secara tiba-tiba jadi kau pasti mengerti perasaanku.” Mau tak mau ajuhma itu harus menuruti permintaan Sooji.
~

Sesampainya di rumah, Myungsoo langsung melepas jasnya dan mencari baju lain. Dia harus segera kembali ke kantor utama untuk melaksakan pertemuan dengan perusahaan yang kan menjadi distributor brand-nya. Myungsoo menghentikan kegiatannya melepas mata kancing ketika mendengar suara samar-samar dari ruang ganti. Dilihatnya Sooji sedang merapikan tempat tidur small size.

“Jadi karna ini kau pulang lebih cepat?” Wanita ini benar-benar serius saat dia mengatakan ingin tidur di ranjang yang berbeda.

Sooji menoleh ke ambang pintu, tempat Myungsoo berdiri. “Kau sudah pulang? Kenapa kau tidak mengucapkan salam.”

“Aku masuk ke kamarku sendiri. Kenapa harus mengucapkan salam?” Ucap Myungsoo dengan nada datarnya.
Sooji berjalan mendekati Myungsoo dengan tatapan yang sulit diartikan, gadis ini mencoba menggoda Myungsoo? “Sekarang penghuni ruangan ini bukan hanya kau tn Kim,” Sooji mengancingkan kembali dua kanci paling atas kemeja Myungsoo sambil berbisik di telinga sang pria.

Untuk beberapa lama Myungsoo terdiam ditempatnya, entah mengapa suara Sooji tadi terdengar sangat merdu di telinga Myungsoo.
~

“Setidaknya kau harus makan sebelum kembali ke kantor.” Sooji memperhatikan Myungsoo yang memakai sepatunya.

“Aku sibuk.” Balas Myungsoo singkat.

“Biarkan saja. Perutku siap menampung apapun yang Noona masak.” Moonsoo tiba-tiba muncul di ruang tamu.
Noona? Tak hanya Myungsoo, Sooji juga ikut menyerit mendengar panggilan Moonsoo untuk Sooji.

“Sekarang kau memanggilnya Noona?” Myungsoo menegakkan badan dengan satu sepatu yang sudah terpasang.
Moonsoo mengangguk, kali ini dia tak menyangkal. “Sudah kubilang, aku lebih berharap Bae Sooji adalah kakakku bukan Kim Myungsoo.”

“Kya! Kau,,,” Myungsoo mengarahkan satu sepatunya, siap dilemparkan kepada Moonsoo.

“Di umur kalian yang segini, kalian masih saling melempar sepatu.” Sangbum berdiri diujung tangga sambil menatap tajam kedua putranya. “Malu pada Istrimu.”

Myungsoo menurunkan sepatu dari atas kepalanya. “Baiklah, aku makan.” Menurut Sooji saat ini Myungsoo terlihat sangat lucu, dia seperti anak kecil yang sedang diomeli ayahnya. Diam-diam Sooji menyungging senyum.

“Apa kau akan menunjukkan bagaimana kalian saling melempar sepatu pada anak-anakmu?”

“Jadi ini bukan kali pertama mereka menggunakan sepatu sebagai senjata?” Sooji mengikuti ayah mertuanya duduk di ruang makan.

“Hm,,”

“Ayah, jangan.” Cegah Myungsoo, seperti tau apa yang akan dikatakan oleh Sangbum.

“Yang paling aku ingat, dulu mereka pernah bertengkar hanya karna Moonsoo meminjam buku Myungsoo tanpa izin, menurut Moonsoo dia tidak salah karna mereka bersaudara dan Myungsoo tidak bisa menerima itu. Kemudian mereka saling melempar sepatu dan jam pajangan menjadi korban.” Myungsoo hanya bisa memejamkan matanya menahan malu.

“Ternyata kalian sangat kompak ya,,, tapi kenapa kalian tampak berbeda?” Sooji memuji dan menyindir sekaligus.

“Apa pekerjaanmu sangat banyak, Myungsoo?” tanya Sangbum di tengah makan malam mereka.

“Kami sedang mencari relasi untuk mendistribusikan produk ke luar Korea.” Jawab Myungsoo.

“Sooji, carikan wanita untuk Moonsoo.” Suasana meja makan yang awalnya rileks tiba-tiba menjadi tegang.

“Ahbonim!!”
“Ayah!!” Ucap Sooji dan Moonsoo secara bersamaan.

“Akan lebih baik jika keluarganya berpengaruh di bisnis internasional.”

“Ayah,, bukankah kita sudah membicarakan ini. Sooji akan membantu kita.” Myungsoo tak sependapat dengan ayahnya. Apa gunanya dia menikah dengan Sooji jika sang Ayah tetap memaksa Moonsoo untuk berpisah dengan kekasihnya.

“Pertama kita fokus dulu pada pemasaran dalam negeri, kita bangun kepercayaan masyarakat korea. Selanjutnya kita bisa gunakan pengaruh Idol Hallyu untuk mempromosikan produk kita di luar korea.”

“Salahku membicarakan pekerjaan di meja makan.” Sangbum meletakkan sendok disisi mangkok kemudian meninggalkan anak-anak dan menantunya. Sepeninggalan Sangbum suasana masih dingin. Moonsoo hanya menatap nasi dalam mangkuknya dan Myungsoo duduk tak bersuara. Sooji menjadi orang kedua yang meninggalkan meja makan.

“Jangan terlalu khawatir. Aku akan bicara pada Ayah lagi.”

“Tidak perlu repot-repot,,” Moonsoo juga ikut meninggalkan meja makan. Dia berniat menaruh mangkuknya di Wastafel dapur, ia menghampiri Sooji yang sudah berada disana.

“Biarkan aku yang melakukannya.” Sooji mengambil mangkuk dari tangan adik iparnya.

“Moonsoo,,,” Myungsoo terlihat masih berusaha bicara dengan Moonsoo. Sooji menengok kebelakang, dia menganggukkan kepalanya beberapa kali. Seolah berkata ‘biarkan aku yang membujuknya’ dan Myungsoo pun menyerahkan Moonsoo pada Sooji, ia mengandalkan wanita tersebut.

“Kau bekerja di perusahaan dan melakukan pekerjaan rumah sekaligus. Bukankah terasa sangat melelahkan?”

“Tidak juga. Aku bekerja karna keinginanku dan aku tidak bisa mengabaikan kodratku sebagai wanita.” Jawab Sooji halus.

“Kakak beruntung menikah denganmu, padahal aku yang bertemu denganmu lebih dulu.”

“Perkataanmu terdengar seperti, kau menyesal karna kakakmu yang menikahiku dan bukannya kau.” Sooji mengerlingkan mata, seperti yang biasa Moonsoo lakukan padanya.

“Aku hanya menyesal kenapa kau bertemu orang seperti kakakku.” Moonsoo dan Sooji tertawa bersama.

“Bertahanlah sebentar lagi. Aku dan kakakmu akan menyelesaikan project ini secepatnya.” Melihat Moonsoo berani membawa kekasihnya ke depan publik, meyakinkan Sooji bahwa cinta mereka pasti sangat kuat. Sooji pikir Myungsoo melakukan ‘pernikahan’ juga karna melihat hal yang sama seperti yang Sooji lihat. Dan menurut Sooji keberanian Moonsoo perlu diapersiasi.

“Percuma. Aku sudah putuskan untuk melepas status pewarisku, artinya aku juga harus siap keluar dari rumah ini.”

“Moonsoo-ya,,” Sooji menyebut nama Moonsoo dengan nada berat.

“Apa kau menyesal menikah dengan kakakku? Maksudku dia kan dingin.” Moonsoo mengalihkan pembicaraan.

“Seburuk-burunkya orang adalah oran yang menyesali keputusannya.” Jawab Sooji.

“Terimasaih sudah menjadi menantu dirumah ini,,” Moonsoo tersenyum. “,,kakak ipar” lanjutnya.
Bukan hari ini, tapi Sooji yakin suatu hari nanti ayah mertuanya akan mengerti hal yang dialami Moonsoo, dan sampai saat itu terjadi Sooji akan melakukan hal terbaik untuk keluarga ini. Untuk keluarganya.
~

“Ah! Piyamaku masih di koper.” Sooji hampir melepas seluruh pakaiannya ketika dia ingat piyama miliknya belum dikeluarkan dari koper. Sooji keluar dari ruang ganti dengan mengenakan tanktop dan hotpants yang belum sempat ia lepas.

“Dimana dia menaruh koperku?”

“Begini perilakumu saat tak ada aku?” Sooji langsung menarik selimut dari sampingnya karna mendengar suara dari arah pintu meskipun belum pasti Sooji yakin suara itu milik Myungsoo. Dia menggunakan selimut tersebut untuk melilit tubuhnya. “Berkeliling kamar dengan tubuh telanjang.”

“Tak bisakah kau mengetuk pintu dulu, Kim Myungsoo?”

“Kenapa harus mengetuk pintu? Ini kamarku sendiri.” Myungsoo berjalan maju lalu duduk bersandar pada dasbor ranjang.

“Tapi kau bukan satu-satunya penghuni. Bagaimana jika tadi aku benar-benar tidak memakai apapun? Kau mau bertanggung jawab dengan apa yang terjadi setelah itu?”

“Apa kau pikir tubuhmu bagus? Meskipun kau menari telanjang di depanku aku tidak akan tertarik.” Balas Myungsoo dengan nada meremeh.
Tak ada gunanya berdebat dengan Myungsoo, Sooji bertanya dimana kopernya. Myungsoo mengarahkan dagunya ke arah sudut kamar.

“Monsoo?” Sooji merapikan piyamanya lalu ikut bergabung bersama Myungsoo, duduk di atas ranjang.

“Kita tidak bisa menghentikan dia agar tidak pergi, meskipun begitu kita tetap bisa membujuk Kim sajangnim.”

“Kim Sajnganim? Sebelumnya kau menyebut Ahbonim didepanku.” Ingat saat Sooji merusak momentnya bersama Soojung.

“Seharusnya kau berterimakasih karna aku membantumu menjelaskan pada pacarmu.”

“Ch,,” Myungsoo mendesis, apa lagi jika bukan sengaja ingin mengerjai Myungsoo.

“Aku tidak tau kau punya sisi konyol seperti itu.”Sooji.

“Sisi apa?”

“Melempar sepatu.” Sooji terseyum geli.

“Itu hanya kebiasaan buruk lama. Tentu saja aku tidak akan menunjukkan pada anakku.” Anak? Apa Myungsoo baru saja mengatakan ‘anak’?
Hening,,, Myungsoo berdehem untuk memecahkan kecanggungan yang tiba-tiba menyerang.

“Aku salut pada adikmu. Dia berani keluar dali garisnya.” Sooji mengalihakan topik pembicaraan.

“Ya. Aku juga salut.” Tanggap Myungsoo seadanya.
Belum sempat Sooji membuka mulutnya untuk membalas ucapan Myungsoo, sebuah panggilan telfon mengintrupsinya. Sooji menatap sebentar nama pemanggil kemudian meninggalkan Myungsoo yang menatapnya heran. Kenapa harus pergi kalau hanya untuk mengangkat telfon.
~

“Ini aku.” Sooji menjawab dengan satu tangan melipat di depan dada dan satu tangan memengang ponsel.

“Dua hari yang lalu, dia menelfon temannya dari Busan.”

“Busan?!” Untuk apa pria itu ada di Busan? Dia pernah bilang dia tidak akan pernah kembali ke Busan.

“Ku pikir dia hanya mengunjungi makam neneknya.”

“Lalu?”

“Dia meminjam uang dari temannya tapi karna keadaan juga sulit bagi temannya dia tidak mendapatkan uang.”
Sooji memijat pelipisnya. Dia tidak perlu meminjam uang jika dia tetap menjadi atlet.

“Lanjutkan pencarian.” Sooji menutup telfon. Choi Minho, sebenarnya apa yang ada dalam kepalamu?
~

“Siapa?” Sooji menyerit, Myungsoo bicara dengan dirinya? “Teman.” Jawab Sooji.

“Kenapa menghindar?” Sooji menatap Myungsoo semakin heran, Myungsoo lebih terdengar seperti sedang menginterogasi dari pada bertanya.

“Aku hanya tidak mau kau sakit hati mendengar pembicaraanku. Sesungguhnya banyak yang menginginkan aku.” Sooji nampak naik ke atas kasur dan merapikan bantal.

“Jadi kenapa kau tidak memilih salah satu dari mereka?”

“Aku sudah memilihmu.” Jawab Sooji. “Karna kau kaya, kau punya pacar, kau tidak akan bersikap ceroboh. Kupikir pernikahan ini tidak akan merugikan bagi kedua belah pihak.”
Myungsoo hanya bisa menatap sambil mendengarkan kalimat yang diucapkan Sooji.

///////////////////////////////////////////////////////////////////////////

A/N :
Myungyeon for Myungsoo-Doyeon. Minzy for Lee Minho-Suzy. Suatu hari nanti Myungzy akan terjadi.
Thank for read. DON’T BE SILENT READER AND STOP PLAGIATOR!!! Sorry for typo. Stay tune on this blog and wait next chapter. Annyeooooong. 😀

Penulis: cakho

Suka ngayal. Mendengarkan semua musik. Random. Multifandom but I'm Anime fan.

52 thoughts on “Waiting Outside the Line (Chapter 3)

  1. Hmmp zy eon masih aja nyari minho kan udah ada myung walaupun kalian belum saling mencintai tapi……
    Next

    Suka

  2. mwo???minho kabur….
    kpn myungzy sling ska ya…
    suka bngt krakter suzy di sni…
    lanjutt thorrr….

    Suka

  3. anyyeong thor aq phyte yg sering komen tp krna ganti email jd butuh moferasi lg…woahh suzy bs mlakukan apa sj joah jhoah

    Suka

  4. Si suzy serba bisa bgt, baik tp pinterr jg susah ditebak hahaha

    Suka

  5. ya ampun kpan benih” cinta muncul

    Suka

  6. Choi minhoo kemana sih?? Kan suzy khawatir tuh nyariinya..

    Suka

  7. Myungsoo doyeon 😞😞, eh minho kemana sebenernya, apa patah hati trs jadi org bingung gitu..suzy bijak aye ayee

    Suka

  8. Izin baca ya thor…terima kasih udh bikin cerita yg luar biasa aku sukaaa…

    Suka

  9. minhoo kemanaaaa

    Suka

  10. Knp minnho kabur???
    Kpn kaliann saling suka?

    Suka

  11. Hem, minho kbur??
    Suzy bner” daebak, bisa apa saja 🙂

    Suka

  12. sikodok kabur kemana8″)

    Suka

  13. Jalan pikiran suzy emang susah, tapi disini aku mahaminya suzy adalah orang yang g ingin nyakitin semua orang yang dia cintai, dia bahkan akan mengorbankan sisi wanitanya untuk melindungi orang-orang berharga disekelilingnya.. mangats suzy!

    Suka

  14. Amiinn deh myungzy. .

    Wahh si moonsoo oppa dekat sma.Kaka iparnya Suzy wkwkwkw
    Next izin baca

    Suka

  15. .seru thor… Tp masih bingung?? Next chap.

    Suka

  16. suka deh sama moonsoo dia demen banget ama suzy.. kapan myung demen ama istrinya sendiri..
    gmana yaa mereka berdua tuh si myungzy, diblg nolak ga nolak2 bgt di bilang sama2 tertarik enggak juga.. bikin penasaran.. keknya suzy mulai pedulia myung..tanda2 tuuh
    trus minhoo kmna deh btw

    Suka

  17. Sikao myungsoo masih dingin dipart ini suzy pun sikapnya masih sulit ditebak… tpi dy menjalankan perannya sbgai istri dgn baik…
    Makin suka ma ffnya

    Suka

  18. Agak gemes sama kesel liat karakter suzy tp aku suka, nah lho
    Myungsoo disini kenapa aku merasa tidak keren ya, apa karna tertutup suzy? Ah molla..

    Suka

  19. apa kabar dengan minho?
    jangan” dia…
    duh kasihan malah jadi kepikiran
    ayo dong myungzy sweet dikit napa
    masak lebih sweet’an mansoo sama suzy

    Suka

Tell me what you feel,,