We Home

Thank for visit. leave your coment, please :)

Waiting Outside the Line (Chapter 14)

1 Komentar

Title                 : Waiting Outside the Line

Main Cast        :  Kim Myungsoo | Bae Sooji

Other Cast       : Kim Moonsoo | Choi Minho | Jung Soojung | Lee Sungyeol |

Original Cast   : Yuna | Kim Sangbum |

Special Cast     : Lee Hyeri |

Pairing             : Myungzy JJANG!

Genre              : Romance, Married Life.

Rate                 : 18+

Huruf tebal untuk flashback

R&R

/////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////

Mereka tlah melewati banyak hal buruk. Hal-hal baik sebentar lagi akan terjadi kan? Ya. Benar. Sebentar lagi.

Sebentar lagi …

 

‘’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’

 

Sooji tersentak merasakan kulit lengket Myungsoo menyentuh pori-porinya. Dia sedikit menjauh, namun tanpa diduga tangan kekar yang melingkari perut Sooji justru menariknya lebih dekat. “Jangan bergerak. Rangjang ini terlalu sempit, nanti kau terjatuh.” Nafas Myungsoo berhembus lembut dipunggung telanjang Sooji.

“Menjauhlah.”

“Setelah mengatakan itu kau akan memintaku mendekat.” Ucap Myungsoo masih menutup mata. “Kau bahkan sampai memohon.”

“Ak!” Sooji berteriak sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia masih ingat betul apa yang terjadi tadi malam. “Itu tidak mungkin aku.”

“Aku juga terkejut. Ternyata kau selemah itu.”

“Berhentilah!” Sooji mendorong Myungsoo sampai terjungkir dari ranjang.

“OMO!! Mian..”

Myungsoo mengaduh kesakitan, menggosok punggungnya yang jatuh lebih dulu. “Apa tidak cukup kau mencakarku? sekarang kau juga mematahkan tulangku.”

“Berhenti!!”

 

~

~

“Kau terlambat bangun Sooji?” Sangbum menyambut Sooji dan Myungsoo bergabung di meja makan untuk sarapan pagi.

“Nde ahbonim. Maafkan aku.” Sooji menundukkan kepala sekali.

“Tak apa. Kau juga butuh hari bebas kan?” Ayah mertuanya terseyum.

“Hyung! Kenapa kau duduk dikursiku?” Moonsoo baru datang, ia berdiri dibelakang kursi yang biasa ia tempati namun kini tlah ditempati sang kakak.

“Bagaimana bisa kau mengaku ini kursimu?”

“Tidak. Maksudku, biasanya kaka duduk disana.” Moonsoo menunjuk bangku sebrang meja yang biasa Myungsoo duduki.

“Aku ingin duduk disini hari ini. Kau duduklah disana, disana, atau disana.” Myungsoo menunjuki kursi-kursi lain yang mengitari meja makan.

Sangbum menatap kedua putranya. Meskipun mereka bukan pada usia anak-anak lagi tapi keduanya tetap seperti sepuluh tahun lalu. Mereka berdebat karna hal-hal yang tidak penting. Kemudian mata Sangbum beralih pada Sooji. “Moonsoo, duduklah dikursi lain.”

“Aku rasa ada yang aneh hari ini.” Moonsoo menyupit sayuran dan menguyahnya dalam mulut. “Biasanya kau akan membelaku Sooji tapi kenapa kau hanya diam.”

“Eh?” Sooji mendongakkan kepala.

“Kau memanggil Sooji apa tadi Moonsoo?” Sangbum.

“Itulah ayah. Aku sudah menasehatinya untuk memanggil Sooji kakak ipar tapi dia mengabaikanku.” Myungsoo ikut bicara, seperti kompor yang siap meledakkan gas bocor.

“Tidak apa Ayah. Kami sudah menyepakatinya karna kami seumuran.” Ucap Sooji.

“Moonsoo tidak mendengarkan aku karna kau terus membelanya Sooji.” Myungsoo menoleh pada wanita disampingnya.

“Aku sudah dekat dengan Moonsoo sebelum kita bertemu Myungsoo. Karna itu kami saling memanggil nama.” Balas Sooji.

Sangbum dan Moonsoo saling menatap lalu mereka tersenyum. “Benar kan ada sesuatu terjadi?” Ucap Moonsoo. “Kalian kan saling mengabaikan sebelumnya.”

“Bagaimana jika kita melakukan wawancara keluarga?”

Anak serta menantunya menoleh ke arah Sangbum.

“Kita harus menghilangkan gosip buruk.”

~

Myungsoo dan Sooji melangkah bersama menuju bagasi. “Haruskah kita berangkat bersama?” Sooji menggelengkan kepala ke kanan serta kiri dan  menjawab ajakan Myungsoo. “Aku akan ke suatu tempat sebelum kekantor. Nanti kau terlambat.”

Pria ini berfikir sejenak. Apakah Sooji akan menemui Soojung? Myungsoo mengurugkan pertanyaannya, jangan bertanya apapun tentang siapapun itu akan merusak hubungan mereka lagi.

Myungsoo berjalan mendahului Sooji kemudian membukakan pintu mobil untuknya. “Aku bisa melakukannya sendiri.” Myungsoo tersenyum dan melirik kesamping, memberi kode Sooji untuk masuk.

Setelah menutup pintu, Myungsoo menunduk 75 derajat mengembulkan kepalanya dijendela. “Hati-hati.” Ia mengusap rambut Sooji.

~

~

 

“Kemana ranjangku?”

Sooji baru pulang kantor dan ia ingin langsung merebahkan diri, tidur nyaman diatas kasur lembut. Namun saat ia masuk ke kamar ganti, Sooji tak menemukan kasur kesayangannya disana.

“Aku membuangnya.” Jawab Myungsoo tanpa dosa.

Sooji mengerat dan mengambil majalah bisnis yang sedang Myungsoo baca. “Ya! Apa yang kau lakukan? Kau sedang balas dendam karna aku berkata kasar pada Soojung.”

“Aku sudah melupakannya.” Balas Myungsoo.

“Lalu apa masalahnya sekarang?” Sooji sungguh tak mengerti Myungsoo.

“Tidak ada.”

“Ya Tuhan.” Sooji berdecak pinggang. “Kau menyuruhku tidur di kursi?”

Myungsoo menepuk-nepuk ranjang yang sedang ia duduki. “Kita bisa tidur disini.”

Sooji menghela nafas, “Jangan bercanda. Biarkan aku hidup dengan nyaman dirumahmu.”

Myungsoo mengenggam lengan Sooji, manarik tangan sang istri untuk mengikutinya. Dia merebahkan tubuhnya kemudian mengintrupsikan Sooji untuk melakukan hal yang sama. “Rasakan. Rangjangnya sangat nyaman, akan semakin nyaman jika kita tidur disini berdua.”

“Dan ini bukan rumahku. Ini rumah kita.”

Sooji terdiam, dia mengerjapkan mata beberapa kali. Sooji tak sedang salah dengar kan? Rumah kita katanya? Dia berdehem untuk menetralkan perasaanya yang hampir terbang. “Aku tidak suka tidur denganmu.”

Myungsoo menarik tangan Sooji dengan keras hingga sang wanita jatuh diatas Myungsoo. “Yakin?” Seringai Myungsoo. Sedetik kemudian posisi berubah menjadi Myungsoo berada diatas Sooji.

“Berhentilah.”

“Kau yang harus berhenti mengatakan ‘berhentilah’.”  Myungsoo menirukan ucapan Sooji. Ia mengempelkan hidungnya pada hidung Sooji kemudian menggosoknya lembut, membuat Sooji merasa geli. Myungsoo mengigit bibir atas Sooji. “Haruskah kita merasakan ranjang kita?”

“Molla.” Jawab Sooji tersenyum malu.

“o’ow.. sekarang aku bisa melihat sifat aslimu dengan jelas.”  Myungsoo tersenyum dan mulai men….

DOK!DOK!DOK!

Sooji langsung mendorong Myungsoo menyingkir dari dirinya. Entah mengapa mereka menjadi gugup. Myungsoo buru-buru mengambil majalah dari lantai dan Sooji menyisir rambutnya.

“Apa kalian didalam?” Itu Moonsoo. Myungsoo berkomat-kamit tak jelas, seakan memberi kutukan pada adik laki-lakinya.

“Ya! Masuklah!” Jawab Sooji.

“Wartawan sudah datang. Kalian harus mempersiapkan diri untuk wawancara dibawah.” Ucap Moonsoo hanya menyembulkan kepalanya.

“Arraso.” Sooji tersenyum.

Myungsoo dan Sooji menghela nafas lega ketika Moonsoo kembali menutup pintu. Mereka saling menatap lalu tersenyum. Myungsoo mengerlingkan mata seolah mengartikan sesuatu dan Sooji hanya membalas senyum sambil menyempatkan rambut kebelakang telinga. Belum sempat Myungsoo dan Sooji melakukan lebih jauh Moonsoo lagi-lagi mengejutkan mereka. “Lanjutkan itu nanti. Kalian benar-benar harus turun.”

“KAU!!” Myungsoo meleparkan majalah pada Moonsoo.

~

~

“Senang sekali bisa melakukan wawancara dengan keluarga Kim lagi.” Wartawan wanita didepan mereka mulai membuka sesi wawancara. “Ini adalah pertemuan kedua kita. Dan kali ini dengan satu anggota baru.” Dia tersenyum. Myungsoo dan anggota keluarganya juga tersenyum kearah kamera.

“Nona … bagaimana ya aku memanggilnya? Kau juga putri satu-satunya keluaga Bae.” Wartawan itu tersenyum kikuk.

“Sooji saja.”Timpal Sooji senyum.

“Baiklah,Nona Sooji. Bagaimana rasanya menjadi anggota baru dan anggota wanita satu-satunya keluarga Kim?”

Sooji menghela nafas, “Tidak menyenangkan.” Jawaban Sooji membuat mereka menyeritkan dahi. “Aku harus menyelesaikan semua tanggung jawab ibu rumah tangga sendiri,untung lah Ajuhmma Han selalu membantuku.” Lanjutnya.

“Aku mengerti. Kita harus mengajukan hari libur seminggu sekali. Benar?” Sang wartawan tersenyum menanggapi pernyataan Sooji. “Jadi apa yang paling berat?”

Sooji berfikir sejenak. “Tidak ada.” Jawabnya kemudian. “Tiga pria dewasa ini semuanya punya kesadaran yang tinggi tentang kebersihan. Dan mereka juga memakan apapun yang ku masak.”

“Apakah akhir-akhir ini kau dan tuan Kim Myungsoo melakukan hal bersama?”

“Ye?!!” Sooji dan Myungsoo bersamaan. Mulut Sooji bergerak tapi tak mengeluarkan suara apapun. Ia bingung harus menjawab apa.

“Nona,apa yang kau katakan? Kau membuat kakak iparku malu.” Ucap Moonsoo.

“Bukan..bukan..” Wartawan itu mengibas-ibaskan kedua tangannya. “Maksudku,, kegiatan yang kalian lakukan bersama seperti memasak, olahraga, dan lain sebagainya.”

“Tidak.” Jawab Sooji. “Sifat kami terbalik 180 derajat. Seperti olahraga, aku suka pergi ke Gym dan Yoga sedangkan Myungsoo lebih suka kegiatan diluar, seperti lari dan bersepeda.”

“Menarik sekali.”

“Sebenarnya dia juga suka olahraga berjalan.” Ucap Myungsoo menceritakan tentang Sooji. “Dia suka berjalan dari butik satu ke butik lain tapi pada akhirnya ia tidak membeli apapun.” Sooji menoleh pria disampingnya, kemudian tersenyum singkat. Itu adalah saat pertemuan awal mereka.

“Nona Sooji. Siapa diantara anggota keluarga yang membuatmu seperti ‘Ah, Kuharap ada sehari tanpanya’?”

Sooji melirik Myungsoo, sang pria membalas tatapan itu dengan gerakan alis seolah berkata ‘Bukan aku kan?’

“Moonsoo.” Jawab Sooji tersenyum. “Dia manja dan suka seenaknya. Melakukan apapun yang ia inginkan dan mengatakan segalanya. Kami punya banyak kesamaan, bahkan dalam cara berfikir tapi saat ada yang tidak selaras, itu akan mengakhiri semuanya.” Sooji tertawa renyah.

“Jika kau bertanya padaku, aku akan menjawab sama. Aku harap ada sehari tanpa Adikku yang sok tampan itu.” Myungsoo ikut menimpali.

“Tadi pagi dia berdebat dengan Myungsoo hanya karna tempat duduk. Aku benci dia.” Jelas Sooji.

“YA!YA! Berhenti menjatuhkanku.” Moonsoo.

Sang wartawan tertawa dengan ringan. “Aku pikir kau banyak mengubah keluarga Kim, Nona. Sebelumnya mereka hanya menjawab YA dan TIDAK tapi sekarang aku merasakan banyak atmosfer positif disini.”

“Anggota baru kami pasti membuatmu bahagia Nona, Kau sampai melupakan Aku dan Ayah. Kau hanya mewancarai menantu rumah kami.” Ucap Moonsoo bercanda.

Saat semua orang sibuk mentertwakan tingkah Moonsoo, Myungsoo berbisik ditelinga Sooji. “Aku akan memberimu hadiah karna sudah membelaku.”

“Baiklah. Tuan Kim Myungsoo.” Wartawan wanita itu menggeser sedikit                 posisi duduknya. “Sempat ada rumor tentang pengangkatanmu sebagai direktur utama tapi kemudian rumor itu menghilang karna foto anda bersama seorang wanita. Bagaimana pendapatmu?”

“Nona,Kau anti kan? Kau memberi pertanyaan bagus sebelumnya tapi kepada kakakku kau …”

Sangbum menyentuh lengan Moonsoo,menghentikan anak bungsunya agar tak mengatakan lebih banyak.

Mau tak mau Myungsoo harus tetap menjawab pertanyaan ini. “Seperti yang kau bilang pengangkatan sebagai CEO hanyalah rumor jadi pantas jika itu menghilang. Dan tentang foto-foto itu …” Myungsoo menggenggam tangan wanita disampingnya. “Aku tidak perlu membuat orang lain mengerti, aku hanya butuh satu orang untuk mempercayaiku.”

Sooji balik menatap Myungsoo. Dalam hatinya berkata, percaya kepalamu! Jika aku bisa, aku akan mencakar kalian berdua.

“Aku percaya padanya.” Sooji merangkul lengan Myungsoo sambil tersenyum. “Hadiahku harus dobel.” Sooji berbisik pada Myungsoo.

“Romantis sekali.” Tanggap wartawan bersemu. “Setekah melihat ini, Aku tidak percaya dengan gosip itu. Kalian sangat manis.”

‘’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’

“Kenapa?” Luna menyeritkan dahinya melihat tingkah Sooji. Dia hanya mengaduk-aduk kopi, menambah gula kemudian crim tanpa ada niatan minumnya. Mereka sedang berada di kedai tempat biasa mereka berkumpul.

“Tidak ada. Hanya,,, kupikir Myungsoo bersikap aneh akhir-khir ini?” Jawab Sooji sedikit ragu.

“Misalnya?” Sulli ikut menimpali.

“Dia tidak dingin lagi, sering tersenyum dan bersikap manis padaku.” Jelas Sooji.

“Itu sangat mencurigakan.” Komentar Sulli. “Mungkin, dia sudah jatuh cinta padamu.”

“Jangan konyol. Dia sedang berusaha agar Sooji tidak membeberkan perselingkuhannya.” Luna tersenyum miring sambil mengibaskan tangannya.

“Menurutku Sulli benar.”Timpal Inna. “Dia sudah jatuh hati padamu.”

“Logika saja. Mana mungkin orang sedingin Myungsoo bisa jauh cinta pada perempuan sombong.” Bantah Luna.

Jieun, Sulli, dan Inna langsung melirik Luna dengan tatapan membunuh. “Kita semua disini sombong. Kau ingat?”

“Yang Luna katakan ada benarnya. Type Myungsoo adalah gadis yang keibuan.” Sooji mengaduk kopinya lagi.

“Jieun, bagaimana menurutmu?” Inna beralih pada teman disampingnya.

“Molla.” Jawab Jieun mengedikkan bahu. “Aku tidak mengerti dengan ha-hal semacam ini. Kenapa kau tidak tanyakan langsung pada Myungsoo.”

“Sudah. Dan dia hanya menjawab ‘ingin bersikap lebih baik’.” Sooji menirukan gaya bicara Myungsoo.

“Bukan.” Jieun menegakkan badan. “Maksudku, tanyakan apakah dia mencintaimu.”

“Heool!!” Mata Sooji memicing. “Apa kalian pikir itu cinta?”

Sulli mengangguk sedang Jieun, Luna, dan Inna menggeleng.

“Inna!” Sulli berteriak keras, sang teman tidak konsisten. Tadi dia sependapat dengan dirinya namun sekarang berbeda.

“Munurutku itu bukan cinta, Myungsoo hanya melakukan apa yang ingin dia lakukan. Dia tak punya pilihan selain berbuat baik pada Sooji.” Ucap Inna panjang lebar.

“Termaksa, maksudmu?” Sooji.

“Bukan. Tapi mempertahankan rumah tangga.”

“Itu bagus. Dia tau apa yang tidak dan boleh ia lakukan.”

Inna, Jieun, dan Sulli tersenyum remeh menanggapi ucapan Sooji. “Yakin?” Goda Sulli.

“Ada yang salah?”

“Kami tau. Kau sudah jatuh cinta pada Myungsoo, kau tidak bisa hidup tanpanya.” Sulli meletakkan kedua tangannya didada, membuat gerakan berlebihan.

‘’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’

 

Setelah membersihkan diri Sooji turun kebawah untuk mencari Myungsoo. Ia harus membicaraka ‘sesuatu’ pada sang pria. Namun sayangnya, Sooji tak menemukan suaminya dimanapun. Teras, balkon, ruang tamu, dimanapun kecuali … ruang kerja.

Sooji berdiri ragu didepan ruang kerja Myungsoo. Ia menaikkan tangan hendak mengetuk, kemudian turun lagi. Haruskah ia menganggu Myungsoo hanya karna sesuatu yang Sooji ingin ketahui? Ia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan secara perlahan.

Tok.. tok.. ketukan halus akhirnya Sooji lakukan. Tok tok.. masih tak ada jawaban. Hingga ketukan ke tujuh, masih belum ada jawaban dari dalam. Sooji melirikkan mata keatas, beberapa detik kemudian tanpa persetujuan Sooji pun memberanikan diri masuk ke area terlarang rumah ini.

“Myungsoo-ya…” Sooji seperti memanggil anjing peliharaanya. “Myungsoo-ssi” Ia tetap masuk walaupun tidak ada jawaban.

“Kau tak ada disini?” Sang wanita mencermati barang-barang Myungsoo diatas meja. Saat iseng melihat-lihat barang Myungsoo, tak sengaja matanya menemukan dua kotak disudut meja. Sooji mengambilnya kemudian membuka isi kotak tersebut.

“Si brengsek itu!!” Umpat Sooji seketika melihat isi dua kotak tersebut adalah sebuah kalung. Satu diantaranya Sooji sangat ketahui, itu adalah kalung yang Sooji kira untuknya namun ternyata melingkar di leher Soojung.

Sooji memasukkan dua kotak tadi kedalam loker bawah meja secara kasar. “Aku ingin sekali mencakar dia.” Ucap Sooji geram.

Grep…

“Jangan cakar lagi. Aku ingin yang lebih lembut.”

Sooji sedikit tersentak saat Myungsoo tiba-tiba memeluknya dari belakang.

“Kelembutan tidak akan membuatmu sadar Kim Myungsoo.”

Myungsoo memutar tubuh Sooji menghadapnya. “Mulut tajamu semakin parah jika moodmu sedang buruk.”

“Jangan bersikap so keren. Kau pikir kau sudah mengenalku setelah kita tidur bersama.” Sooji masih berkata judes. Saat ini Myungsoo sadar gombalan apapun tidak akan menembus istrinya. “Hay, Sooji. Ada apa denganmu? Kau terlalu sensitif.”

“Aku terlalu sensitif? Kau tidak tahan hidup denganku? Temui saja mantan pacarmu. atau harus ku bilang pacarmu karna kalian belum putus.”

“Cukup. Perkataanmu sudah keterlaluan Sooji.”

“Keterlaluan kau bilang?” Sooji mengendus. “Ya! Kim Myungsoo,,, aku tidak mau mengatakannya tapi tolong lihat dirimu sendiri.”

“Apa maksudmu?”

“Bersikap sok keren lagi,,” Sooji berdesis. Myungsoo tak sempat menimpali ucapan Sooji karna sang gadis kembali membuka suara. “Aku tidak perduli dengan kehidupan pribadimu Kim Myungsoo tapi setidaknya jaga nama baikku.”

“Kau cemburu.”

“Tidak benar. Aku hanya tidak suka di bohongi.” Timpal Sooji.

“Aku tidak berbohong, aku benar-benar  ke pabrik kemudian tidak sengaja bertemu Soojung. aku pikir aku tidak perlu mengatakannya, kecuali jika kau menganggap itu penting.”

“Kau,,,” Sooji mengeratkan genggaman, merasa terpojok. “Kau cemburu Bae Sooji.” Ucap Myungsoo lagi.

Sooji menarik nafasnya, mata serius. “Aku hanya ingin kau lihat.” Dia berhenti sejenak. “Walupun tidak mencintai, wanita ingin di perhatikan, mereka adalah tipe makhluk yang tidak mau berbagi.”

////////////////////////////////////////////////////////

 

A/N : Ga tau dilanjut atau ga. klo dilanjut pun ga tau kapan. soalnya fileku ilang, adanya alur kasar di kepala.

 

Penulis: cakho

Suka ngayal. Mendengarkan semua musik. Random. Multifandom but I'm Anime fan.

1 thoughts on “Waiting Outside the Line (Chapter 14)

  1. Dilanjuutt yaaa…
    Sukaa suka suka aku sama jalan ceritanya, ya.. Aku suka karakternya disini..
    Apapun aku tunggu kelanjutannya😆😆😆

    Suka

Tell me what you feel,,